C. Menerapkan Prinsip Persamaan Warga Negara dalam
Berbagai Bidang Kehidupan
1. Persamaan Hak untuk
Mengemukakan Pendapat
Reformasi telah memberikan perubahan hampir di semua
sektor, tidak hanya di dunia politik tapi juga menyangkut kebebasan
mengeluarkan pendapat. Undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers (UU
Pers) telah memberi warna baru bagi
dunia pers yang berbeda dari era orde baru. Pers lebih memiliki peluang untuk
berpendapat secara terbuka, dan ini merupakan suasana yang mendukung bagi
industri pers nasional.
Kebebasan Pers
telah ikut memberikan pencerahan dalam perubahan-perubahan sosial yang penting
di masyarakat. Ini berarti Pers memiliki kebebasan dalam peranannya sebagai
jembatan informasi kepada khalayak. Pers menyuguhkan berita disamping aktual
juga faktual, sementara masyarakat sendiri juga memiliki kebebasan untuk
mengemukakan pendapat dan menitipkan pesan, pendangan, kritik, protes, tentang
realitas persoalan yang mereka hadapi baik yang terkait dengan kepentingan
bangsa dan Negara tanpa keraguan kepada Pers.
Untuk membuat
pers Indonesia lebih profesional, bertanggung jawab, menghormati hak asasi
manusia sesuai dengan peranan pers sebagai media informasi, ada beberapa
ketentuan Pers yang harus di taati seperti dalam Pasal 6 UU Pers, bahwa Pers
hendaknya :
- Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
- Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia serta menghormati kebhinekaan;
- mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
- Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
- Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Penegasan kemerdekaan Pers,
tertuang dalam Pasal 4, UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, bahwa :
- Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara;
- Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran;
- Untuk menjamin kemerdekaan pers, dan pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan, dan informasi;
- Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.
Sebaiknya Anda Tahu
Hakikat Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat
Secara kodrati setiap individu manusia memiliki kehendak
untuk menyampaikan atau tidak menyampaikan, menerima atau menolak suatu hal
yang menjadi buah pikirannya kepada orang lain. Jika kehendak ini tidak bisa
diwujudkan maka hak-hak orang untuk mengemukakan pendapat telah dirampas dan
dikekang. Mengkomunikasikan sesuatu yang ada pada akal manusia merupakan kebutuhan
fundamental dalam nilai kehidupan manusia. Sejak terbentuknya masyarakat dengan
kehidupan yang sederhana sampai dengan kehidupan yang modern hak kemerdekaan
berpendapat sangat menetukan perkembangan masyarakat tersebut.
Jaminan
perlindungan hak kemerdekaan mengemukakan pendapat ini tertuang dalam peraturan
nasional maupun internasional sebagai berikut :
- Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 19
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan
mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai
pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima,
dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apapun
juga dan tidak memandang batas-batasnya.
- Kovenan hak-hak Sipil dan Politik, Pasal 19
Setiap orang
berhak untuk mempunyai pendapat tanpa mengalami gangguan. Selain itu, setiap
orang berhak untuk mencari, menerima, dan menyampaikan segala macam penerangan
dan gagasan tanpa menghiraukan pembatasan-pembatasan, baik secara lisan maupun
tulisan atau tercetak, dalam bentuk seni, atau melalui media lain menurut
pilihannya.
Pelaksanaan
hak-hak yang tercantum dalam ayat-ayat dari Pasal ini membawakan
kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab yang khusus. Oleh sebab itu, dapat
dikenakan pembatasan-pembatasan tertentu, tetapi pembatasan-pembatasan ini
terbatas pada yang sesuai dengan ketentuan hukum dan yang perlu, yaitu dalam
hal untuk menghormati hak-hak atau nama baik orang lain, dan untuk perlindungan
keamanan nasional atau ketertiban umum, atau kesehatan dan moral umum.
3. Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945.
Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisandan
sebagainya ditetapkan dengan Undang Undang.
Selanjutnya
dalam Pasal 28 E ayat (3) disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Lebih jauh lagi amandeman UUD
1945 dalam Pasal 28 F menyatakan bahwa setiap orang yang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan diri dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenia saluran yang tersedia.
Undang-Undang
Dasar 1945 menjadi faktor penting yang selama perjalanan bangsa ini telah berhasil
mengikat bangsa Indonesia yang berbhinneka dalam suku bangsa, bahasa, budaya,
agama, adat istiadat. Oleh karena itu penyempurnaan dalam amandemen dirasakan
perlu tentu dengan menyesuaikan keadaan di masyarakat agar UUD 1945 dapat terus
menerus menjadi konsitusi yang efektif, mengikat dan memberikan semangat bagi
bangsa Indonesia.
2. Persamaan Hak untuk Berunjuk Rasa (UU No.9/1998)
Melalui Undang Undang No 9 tahun 1998 diatur tata
cara penyampaian pendapat di muka umum yaitu dengan cara :
- Unjuk rasa atau demonstrasi sebagai bentuk penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya secara demonstratif di muka umum. Demonstrasi diartikan sebagai unjuk rasa; tindakan bersama untuk menyatakan protes. Pendapat yang disampaikan dalam unjuk rasa bisa juga berupa kritik konstruktif atas kebijakan-kebijakan pemerintah. Dalam berdemontrasi para demonstran harus tetap menjaga ketertiban, kedamaian, keamanan, juga jangan bertindak anarkis dengan secara sewenang-wenang merusak fasilitas umum seperti rambu-rambu lalu lintas, telpon umum, dan sebagainya. Demontrasi yang anarkis hanya akan menimbulkan kerusuhan dan kerugian karena perusakan terhadap sarana-sarana umum. Berunjuk rasa bisa menggunakan media seperti poster, spanduk-spanduk yang bertuliskan pesa, pendapat, protes ataupun kritik.
- Pawai sebagai cara penyampaian pendapat di muka umum dengan arak-arakan di jalan umum.
- Rapat umum sebagai cara mengemukakan pendapat dengan pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat dengan tema tertentu.
- Mimbar bebas sebagai cara penyampain pendapat di muka umum dengan mengadakan pertemuan yang dilakukan secara bebas tanpa tema tertentu.
Cara
mengemukakan pendapat apapun yang digunakan, setiap orang harus menjunjung
tinggi keutuhan pesatuan, dan kesatuan bangsa, menjauhkan diri dari permusuhan,
kebencian dengan sesama, jangan sampai melakukan penghinaan, pelecehan terhadap
suku, agama, ras, antar golongan dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebaiknya Anda Tahu
Unjuk Rasa Tuntut
Pendidikan Murah
(dikutip dari
Kompas Rabu 5 Mei 2004)
Samarinda, Kompas - Puluhan aktivis mahasiswa dari organisasi massa yang
mengatasnamakan Forum Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Peduli Pendidikan
Kalimantan Timur melakukan unjuk rasa di halaman Kantor Gubernur Kalimantan
Timur, Selasa (4/5). Pengunjuk rasa menuntut agar Pemerintah Provinsi Kaltim
memberikan pendidikan yang murah bagi rakyat.
Pengunjuk rasa juga
meminta kesejahteraan guru lebih diperhatikan dan guru diperlakukan secara adil
seperti pegawai di sektor lain. Elemen mahasiswa yang berunjuk rasa adalah
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mulawarman, BEM Politeknik Negeri
Samarinda, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Kaltim, Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) Samarinda, Gempar Samarinda, dan HMI Kaltim.
"Anggaran
pendidikan masih sangat kurang, kami menuntut adanya pendidikan murah dan
kesejahteraan para tenaga pendidik ditingkatkan," ujar Adi Supriyadi,
aktivis dari BEM Universitas Mulawarman.
Diungkapkan Adi,
Kaltim merupakan daerah yang kaya terbukti dengan jumlah APBD sangat besar,
yakni sekitar Rp 3 triliun. Akan tetapi, anggaran untuk sektor pendidikan hanya
sekitar Rp 85 miliar. Angka itu mencerminkan Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur tidak peduli pada pendidikan.
Ditambahkan, kondisi yang lebih memprihatinkan, dari jumlah penduduk
Kalimantan Timur sebanyak 2,7 juta, 40 persennya atau 1,08 juta tidak
mendapatkan pendidikan yang layak. "Akibat yang paling dirasakan adalah
masyarakat Kaltim kembali terbelakang
3. Persamaan Hak Bela Negara (UUD 1945
Sebelum Amandemen)
Setelah
proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, tidak segera dibentuk tentara
kebangsaan. UUD 1945 sendiri hanya memuat dua pasal mengenai angkatan perang
dan pembelaan negara, yaitu pasal 10 yang menetapkan bahwa presiden memegang
kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara.
Pasal 30 menentukan bahwa: Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pembelaan negara. Syarat-syarat tentang pembelaan negara diatur
dengan undang-undang. Tidak mengherankan perkembangan tentang tentara Indonesia
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia lebih banyak ditentukan oleh dinamika
jalannya revolusi perjuangan bangsa daripada oleh ketentuan UUD.
Yang dimaksud warga negara, ialah
orang-orang Indonesia baik asli maupun keturunan yang tunduk kepada hukum dasar
Indonesia dan hukum-hukum lain yang mengikutinya, baik bertempat tinggal dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maupun yang berada di luar wilayah
Indonesia.
Dengan demikian maka yang berhak dan
wajib ikut serta dalam pembelaan negara itu, tidak hanya terbatas pada kalangan
angkatan bersenjata saja, melainkan seluruh warga negara, baik pedagang, petani, pegawai, karyawan
perusahaan, abang becak, para ibu rumah tangga, mahasiswa serta pelajar semua
wajib ikut membela negaranya. Sejarah membuktikan jauh sebelum Indonesia
merdeka kesadaran bela negara dikalangan rakyat sudah ada.
Sebagai bukti perlawanan terhadap
penjajah dilakukan oleh rakyat bangsa ini sejak pertama kali datangnya penjajah
di bumi Nusantara ini. Sebagai contoh Perang Bali (1814-1849), Perang Padri
(1821-1837), Perang Diponegoro atau disebut juga Perang Jawa (1825-1830),
Perang Batak (1870-1907), dan Perang Aceh (1870-1904).
Selanjutnya juga terbukti perlawanan
rakyat Indonesia terhadap Belanda pada masa revolusi fisik. Semua orang yang
masih kuat, para pemuda serta pemudi, baik pegawai negeri maupun swasta, para
petani dan pedagang, bahkan tuna karya semua terjun dalam kancah perlawanan
terhadap Inggris dan Belanda. Ada yang berjuang di garis depan, ada yang
bekerja di dapur umum, para petani menyediakan beras dan lauk pauknya, penduduk
menyediakan rumah-rumahnya untuk para pejuang. Para pedagang menyediakan
barang-barang kebutuhan untuk para prajurit serta rakyat umum yang sedang ikut
revolusi. Bahkan tidak jarang mereka juga mengusahakan persenjataan untuk
kepentingan perlawanan, yang semuanya dilakukan atas dasar kesadaran tanpa
pamrih, tanpa memikirkan balas jasa dan kedudukan.
Dari keterangan di atas, maka jelaslah
bahwa arti pembelaan negara, bukanlah hanya berarti kita semua harus menyandang
senjata, melainkan mempunyai arti luas, yaitu pembelaan dalam segala bidang
kehidupan, baik perekonoman, politik, ideologi, sosial, budaya dan kemiliteran.
4. Persamaan Hak Bela Negara (UUD 1945
Setelah Amandemen)
a.
Pasal 27 Ayat 3. Setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
b.
Pasal 30 Ayat 1. Tiap-tiap warga negara berhak
dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
c.
Pasal 30 Ayat 2. Usaha pertahanan dan keamanan
dilaksanakan melalui Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta oleh TNI
(Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara), dan Polri sebagai kekuatan
utama serta rakyat sebagai kekuatan pendukung.
d.
Pasal 30 Ayat 3. TNI terdiri atas Angkatan
Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas
mempertahankan dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
e.
Pasal 30 Ayat 4. Polri sebagai alat negara yang
menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
f. Pasal
30 Ayat 5. Susunan dan kedudukan TNI, Kepolisian Negara Republik Indonesia,
hubungan kewenangan TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia didalam
menjalankan tugas, syarat-syarat keikut sertaan warga negara dalam usaha
pertahanan dan keamanan, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan
keamanan negara diatur dengan undang-undang.
5. Persamaan Hak Bela Negara (UU No. 3/
2002 Tentang Pertahanan Negara)
- Pasal 9 ayat (1): Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.
- Pasal 9 ayat (2): Keikut sertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1), diselenggarakan melalui:
1)
pendidikan kewargangaraan
2)
pelatihan dasar kemiliteran secara wajib
3)
pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasioal Indonesia
secara sukarela atau secara wajib
4)
pengabdian sesuai profesi
- Pasal 9 ayat (3): Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang.
- Pasal 2: Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
- Pasal 4: Pertahanan negara bertujan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.
6. Persamaan Hak Warga Negara dalam Hukum
a. Hak-hak Tersangka, Terdakwa, dan
Saksi
Sebagaimana telah
dirumuskan dalam KUHAP Pasal 1 butir ke 14 bahwa tersangka adalah seorang yang
karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga
sebagai pelaku tindak pidana. Terhadap tersangka harus tetap diberlakukan asas
praduga tak bersalah. Seorang tersangka memang bisa ditangkap dan ditahan,
tetapi tata cara penangkapan dan penahanannya harus sesuai dengan
undang-undang.
Sedangkan dalam KUHAP Pasal
1 butir ke 5 disebutkan bahwa terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut,
diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan. Begitu juga terhadap terdakwa, dia
harus tetap diperlakukan secara adil, hak-haknya harus tetap dihormati sesuai
ketentuan undang-undang.
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana
yang didengarnya, dilihatnya, atau dialaminya sendiri. Setiap warga negara seharusnya mau menjadi saksi apabila ia
mengetahui sebuah perkara pidana. Fungsi saksi ini sangat penting dalam
menegakkan kebenaran. Indonesia sudah waktunya untuk memiliki undang-undang
tentang perlindungan saksi. Mengingat banyak saksi malah dikira mencemarkan
nama baik bagi tersangka/terdakwa. Sehingga banyak orang menghindar untuk
menjadi saksi.
Sebaiknya Anda Tahu
Setiap Warga Negara Harus Diperlakukan Adil di Depan
Peradilan.
·
Peradilan
dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
·
Peradilan
dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
·
Segala
campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan
kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam
Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
·
Pengadilan
mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
·
Pengadilan
membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan
untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
b. Menghormati Asas Praduga Tak
Bersalah
Dalam pasal 8 UU No. 14
tahun 1970 dinyatakan bahwa “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut dan/atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sebelum adanya putusan pengadilan, yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh
kekuatan hukum yang tetap.” Berdasarkan asas ini, maka bagi seseorang sejak
disangka melakukan tindak pidana tertentu sampai mendapat putusan yang
mempunyai kekuatan hukum pasti dari hakim pengadilan, maka masih memiliki
hak-hak individunya sebagai warga negara.
Dengan hak-hak individu
tersebut, seseorang dapat mengajukan dirinya kepada yang berwenang untuk segera
mendapat permohonan oleh penyidik (tidak dibiarkan sampai berlarut-larut dengan
alasan banyak tugas), hak segera mendapat pemeriksaan oleh pengadilan dan
mendapat putusan yang seadil-adilnya, hak untuk memperoleh pemberitahuan
tentang hal yang disangkakan dan didakwakan, hak untuk mempersiapkan pembela,
hak untuk memperoleh juru bahasa kalau dirinya kurang paham menggunakan bahasa
Indonesia, hak untuk mendapat bantuan hukum dan selama berada di tahanan berhak
untuk mendapat kunjungan dari keluarga.
Sebaiknya Anda Tahu
Setiap Warga Negara Harus Diperlakukan Sama di Depan Hukum
·
Tidak
seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang
ditentukan oleh undang-undang.
·
Tidak
seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat
pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang
yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang
didakwakan atas dirinya.
·
Tidak
seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
·
Setiap
orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan
pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
·
Setiap
orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang
atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang ditetapkannya, berhak
menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
·
Pejabat
yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud di atas dipidana. Ketentuan mengenai tata cara penuntutan
ganti kerugian, rehabilitasi dan pembebanan ganti kerugian diatur dalam
undang-undang.
c. Hak Tersangka dalam Proses
Penyidikan dan Pemeriksaan
Sebagaimana disebutkan
dalam pasal 50 KUHAP, tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh
penyidik dan selanjutnya diajukan kepada penuntut umum serta segera diajukan ke
pengadilan oleh penuntut umum, hal mana mencegah terkatung-katungnya suatu
perkara sehingga tidak bisa segera mengetahui bagaimana nasibnya.
Dalam pemeriksaan, polisi
dapat melakukan penangkapan seseorang yang dicurigai melakukan suatu tindak
pidana. Penangkapan dilakukan untuk kepentingan penyelidikan oleh penyidik atas
perintah penyidik dan penyidik (penuntut umum) pembantu. Berdasarkan ketentuan
tersebut, seseorang dapat ditangkap atau bahkan dapat dilakukan penahanan kalau
diperlukan.
Suatu penahanan dapat
dilakukan berdasarkan dugaan dan bukti yang cukup bahwa seseorang telah
melakukan tindak pidana tertentu dan dikhawatirkan melarikan diri yang dapat
menghilangkan bukti-bukti atau mengulang tindak pidana lagi.
Sebaiknya Anda Tahu
Hak Warga Negara untuk Banding
· Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
· Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
·
Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding
dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang
bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
·
Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan
kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang
ditentukan dalam undang-undang.
·
Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh
mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan
militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum,
kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara
itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
·
Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan
dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang
dijadikan dasar untuk mengadili.
·
Tiap
putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta hakim yang memutus dan
panitera yang ikut serta bersidang.
d. Hak-Hak
Tersangka untuk Mendapatkan Bantuan Hukum
Menurut
ketentuan hukum, seorang yang menjadi
tersangka berhak untuk mendapatkan bantuan hukum. Bantuan hukum tersebut
diberikan agar hak-hak tersangka tetap terlindungi hak asasinya.
Sejak
proses pemeriksaan oleh penyidik polisi/jaksa, seorang tersangka sudah berhak
didampingi oleh penasehat hukum (advokat). Kehadiran penasehat hukum dalam penyidikan
ini akan sangat bermanfaat bagi
tersangka, agar ia tidak diperlakukan sewenang-wenang. Tersangka pun akn lebih
berani untuk mengemukakan kebenaran sesuai dengan kenyataan.
Jika dalam
tahap pemeriksaan peranan penasehat hukum lebih bersifat pasif, yaitu melihat
dan mendengar saja. Akan tetapi dalam proses persidangan peranan penasehat
hukum akan lebih aktif. Sejak persidangan dimulai penasehat hukum dapat terus
mengikuti jalannya persidangan, mendampingi, memberi nasehat, bertanya,
menyanggah, melakukan pembelaan, serta upaya hukum seperti banding. Semua itu
dimaksudkan untuk melindngi hak-hak tersangka. Berkaitan dengan bantuan hukum
ini dalam HIR diatur pada:
(a) Pasal 83h ayat (1), yang
menyatakan bahwa jika seseorang dituduh bersalah melakukan suatu kejahatan yang
diancam dengan hukuman mati, maka jaksa hendaklah menanyakan kepadanya apakah
ia mau dibantu di pengadilan oleh seorang penasihat hukum/sarjana hukum
(b) Pasal 25A ayat (1), yang
menyatakan bahwa dalam persidangan tiap-tiap orang yang dituduh berhak dibantu
oleh pembela untuk mempertahankan dirinya.
Sebaiknya Anda tahu
Ketentuan Tentang Pemberian Bantuan Hukum
Berkaitan dengan pemberian bantuan
hukum, ada beberapa peraturan yang mengaturnya. Peraturan-peraturan tersebut
adalah:
(1)
UU No. 14 Tahun 1970 tantang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Di
dalam UU tersebut diatur suatu ketentuan mengenai bantuan hukum. Dalam
ketentuan tersebut diatur secara tegas adanya suatu jaminan bagi seseorang
untuk memperoleh bantuan hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan perkara pidana.
Beberapa pasal yang secara khusus mengatu bantuan hukum adalah:
Pasal
35
Setiap orang yang tersangkut perkara
berhak memperoleh bantuan hukum.
Pasal
36
Dalam perkara pidana seorang tersangka
terutama sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan berhak menghubungi
dan meminta bantuan penasihat hukum.
Pasal
37
Dalam memberi bantuan hukum tersebut
pada pasal 36 di atas penasihat hukum membantu melancarkan penyelesaian perkara
dengan menjunjung tinggi Pancasila, hukum, dan keadilan.
Pasal
38
Ketentuan-ketentuan dalam pasal 35, 36,
dan 37 tersebut diatur lebih lanjut dengan Undang-undang.
(2)
Pernyataan bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Kehakimam, Jaksa Agung, Wakil
Pangab, Pangkokamtib, Kepala Staf Kopkamtib, dan Kapolri pada tanggal 10
November 1978. Salah satu isi pernyataan bersama tersebut adalah bahwa pada
tingkat pemeriksaan pendahuluan maka seorang tersangka terutama sejak saat
dilakukan penangkapan dan atau penahanan dapat memperoleh bantuan hukum dan
mengadakan hubungan dengan keluarga atau penasihat hukum.
(3)
Instruksi Pangkopkamtib tanggal 27 November 1978 No. Ins. 03/Kopkam/XI/178
tentang pedoman sementara untuk melaksanakan bersama sebagai pokok-pokok
petunjuk berkenaan dengan bantuan hukum. Dalam instruksi ini disebutkan bahwa
bantuan hukum pada tingkat pemeriksaan pendahuluan maka seorang tersangka
terutama sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan dapat memperoleh
bantuan hukum dan mengadakan hubungan dengan keluarga atau penasihat hukum.
(4)
Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 02. UM. 0908 tahun 1980. Dalam pasal 1
disebutkan tentang pemberian bantuan hukum sebagai berikut:
-Pemberian
bantuan hukum dalam pasal ini diselenggarakan melalui badan peradilan umum.
-Bantuan
hukum diberikan kepada tersangka yang kurang mampu dalam perkara pidana.
yang
diancam dengan pidana lima tahun penjara atau lebih, seumur hidup atau pidana
mati. Yang diancam dengan pidana kurang dari lima tahun tetapi perkara tersebut
menarik perhatian masyarakat.
7.
Persamaan Hak-Hak Warga Negara Menurut PBB
Pada tanggal 10 Desember 1948 Majelis
Umum PBB mengesahkan Universal Declaration of Human Rights (UDHR), yang
memungkinkan HAM bersifat universal, yang tidak lagi lokal atau merupakan
kepentingan suatu negara melainkan hak asasi untuk seluruh umat manusia di
dunia. Sebenarnya UDHR tersebut disebut sebagai tonggak perjuangan HAM yang
kedua setelah Bill of Rights.
UDHR terdiri dari 30 pasal dengan
satu pembukaan (Mukadimah) yang terdiri dari 6 alinea. Dilihat dari isinya UDHR
terdiri dari tiga kategori. Pertama, hal-hal yang berhubungan dengan hak-hak
sipil dan politik yang menjadi hak semua orang diatur dalam Pasal 3-21. Kedua,
hal-hal yang berhubungan dengan hak-hak ekonomi, sosial, dan kebudayaan yang
menjadi hak semua orang diatur dalam Pasal 22-27. Ketiga, merupakan pasal-pasal
penutup, yaitu Pasal 28-30.
Lebih rinci, substansi yang diatur sebagai
hak-hak sipil dan politik meliputi: hak untuk bebas dari diskriminasi, untuk
memiliki kehidupan, kebebasan, dan keamanan, untuk bebas beragama, untuk bebas
berpikir dan berekspresi, untuk bebas berkumpul dan berserikat, untuk bebas
dari penganiayaan dan hukuman kejam, untuk menikmati kesamaan dihadapan hukum,
untuk bebas dari penangkapan secara sewenang-wenang, untuk memperoleh peradilan
yang adil, untuk mendapat perlindungan terhadap kehidupan pribadi (privasi),
dan untuk bebas bergerak. Sedangkan hak sosial dan ekonomi di dalam Deklarasi
mencakup: hak untuk menikah dan membentuk keluarga, untuk bebas dari perkawinan
paksa, untuk memperoleh pendidikan, untuk mendapat pekerjaan, untuk menikmati
standar kehidupan yang layak, untuk istirahat dan bersenang-senang, serta untuk
memperoleh jaminan selama sakit, cacat atau tua.
HAM sebagaimana yang dipahami di dalam
dokumen-dokumen HAM yang muncul pada abad ke-20 seperti UDHR, mempunyai
beberapa ciri yang menonjol. Pertama, HAM adalah hak, yang menunjuk pada
norma-norma yang pasti dan memiliki prioritas tinggi yang penegakannya bersifat
wajib. Kedua, hak-hak ini dianggap bersifat universal, yang dimiliki oleh
manusia semata-mata karena ia adalah manusia. Pandangan ini menunjukkan secara
tidak langsung bahwa karakteristik seperti ras, jenis kelamin, agama kedudukan
sosial, dan kewarganegaraan tidak relevan untuk mempersoalkan apakah seseorang
memiliki atau tidak memiliki HAM, ini juga menyiratkan bahwa hak-hak tersebut
dapat diterapkan di seluruh dunia. Salah satu ciri HAM yang berlaku sekarang
adalah HAM itu merupakan isu internasional. Ketiga, HAM dianggap ada dengan
sendirinya, tidak bergantung pada pengakuan dan penerapannya di dalam sistem
adat atau sistem hukum di negara-negara tertentu. Hak ini boleh jadi memang
belum merupakan hak yang efektif sampai ia dijalankan menurut hukum, namun hak
itu eksis dan sebagai standar argumen dan kritik yang tidak bergantung pada
penerapan hukumnya. Keempat, HAM dipandang sebagai norma-norma yang penting.
Meski tidak seluruhnya bersifat mutlak dan tanpa perkecualian, HAM cukup kuat
kedudukannya sebagai pertimbangan normatif untuk diberlakukan di dalam benturan
dengan norma-norma nasional yang bertentangan, dan untuk membenarkan aksi
internasional yang dilakukan demi HAM. Kelima, hak-hak ini mengimplikasikan
kewajiban bagi individu maupun pemerintah. Adanya kewajiban ini, sebagaimana
halnya hak-hak yang berkaitan dengannya, dianggap tidak bergantung pada
penerimaan, pengakuan, atau penerapan terhadapnya. Pemerintah dan orang-orang
yang berada dimanapun diwajibkan untuk tidak melanggar hak seseorang, kendati
pemerintah dari orang tersebut mungkin sekaligus memiliki tanggung jawab utama
untuk mengambil langkah-langkah positif guna melindungi dan menegakkan hak-hak
orang lain.
8.
Beberapa Peraturan Lain yang Menunjukkan Persamaan Kedudukan Warga Negara
a. Pengesahan
Konvensi Hak-Hak Anak (Kepres N. 36 Tahun 1990)
Majelis Umum PBB dalam sidangnya yang ke-44 pada bulan Desember 1989
telah berhasil menyepakati sebuah resolusi, yaitu Resolusi PBB No. 44/25
tanggal 5 Desember 1989 tentang Convention on the Rights of the Child.
Tentang pengertian anak, konvensi menekankan pada faktor umur, yakni setiap
orang yang masih berumur di bawah 18 tahun. Kecuali jika berdasarkan hukum yang
berlaku bagi anak menentukan batas umur yang lebih rendah dari 18 tahun.
Situasi dan kondisi anak-anak di berbagai belahan bumi yang digambarkan oleh
resolusi tersebut sangat memprihatinkan, seperti: karena kondisi sosial yang di
bawah standar, kelaparan, bencana alam, eksploitasi, konflik bersenjata, buta
huruf, dan lain sebagainya yang mengakibatkan anak-anak tidak hidup dan
berkembang dengan layak. Konvensi ini sebenarnya merupakan lanjutan atau salah
satu mata rantai dari usaha-usaha masyarakat internasional yang telah dilakukan
jauh sebelumnya. Mulai dari Deklarasi PBB mengenai Hak-hak Anak tahun 1959 (Declaration
on the Rights of the Child of 1959) dan Deklarasi PBB tentang Tahun
Anak-Anak Internasional (Declaration on the International Year of the Child
of 1979). Bahkan jauh sebelumnya, Liga Bangsa-Bangsa (LBB) juga telah
menaruh perhatian yang serius tentang masalah anak-anak, yang terbukti dengan
dikeluarkannya Deklarasi Jenewa 1924 (Geneve Declaration of 1924)
tentang pembentukan Uni Internasional Dana dan Keselamatan Anak-Anak (Save
the Children Fund International Union). Demikian pula PBB secara khusus
memiliki salah satu organ khusus yang berkenaan dengan anak-anak, yaitu UNICEF
(United Nations Children's Fund/Dana PBB untuk Anak-Anak).
b. Pengesahan Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan yang Kejam (UU No. 8 Tahun 1998)
Ketentuan pokok konvensi ini mengatur tentang pelarangan penyiksaan baik
fisik maupun mental, dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi atau merendahkan martabat manusia yang dilakukan atau atas hasutan
dari atau dengan persetujuan/sepengetahuan pejabat publik dan orang lain yang
bertindak dalam jabatannya. Ini berarti negara Republik Indonesia yang telah
meratifikasi wajib mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, hukum,
dan langkah-langkah efektif lain guna mencegah tindakan penyiksaan (tindak
pidana) di dalam wilayah yuridiksinya. Misalnya, langkah yang dilakukan dengan
memperbaiki cara introgasi dan pelatihan bagi setiap aparatur penegak hukum dan
pejabat publik lain yang bertanggung jawab terhadap orang-orang yang dirampas
kemerdekaannya.
c.
Pembentukan Komisi Nasional HAM di Indonesia
Komisi Nasional (Komnas) HAM pada awalnya dibentuk dengan Keppres No. 50
Tahun 1993 sebagai respon (jawaban) terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan
dunia internasional mengenai perlunya penegakan hak-hak asasi manusia di
Indonesia. Kemudian dengan lahirnya Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, maka Komnas HAM yang terbentuk dengan Keppres tersebut harus
menyesuaikan dengan Undang-undang No.39 Tahun 1999. Komnas HAM bertujuan:
(a) membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi
pelaksanaan hak-hak asasi manusia.
(b) meningkatkan perlindungan dan penegakan hak-hak
asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan
kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
d. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres No. 181 Tahun 1998. Dasar
pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini adalah sebagai upaya mencegah
terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Komisi
Nasional ini bersifat independen dan bertujuan:
a). Menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk
kekerasan terhadap perempuan.
b). Mengembangkan
kondisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan.
c).
Meningkatkan upaya pencegahan dan
penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi
perempuan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan di
atas, Komisi Nasional ini memiliki kegiatan sebagai berikut:
a).
Penyebarluasan pemahaman, pencegahan,
penanggulangan, dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
b). Pengkajian dan penelitian terhadap berbagai
instrumen PBB mengenai perlindungan hak asasi manusia terhadap perempuan.
c). Pemantauan dan penelitian segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan memberikan pendapat, saran, dan pertimbangan
kepada pemerintah.
d).
Penyebarluasan hasil pemantauan dan
penelitian atas terjadinya kekerasan terhadap perempuan kepada masyarakat.
e).
Pelaksanaan kerja sama regional dan
internasional dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap
perempuan.