B.Sengketa Internasional dan
Penyelesaiannya Melalui Mahkamah Internasional
1. Timbulnya Sengketa Internasional
1. Timbulnya Sengketa Internasional
Walaupun hubungan antar negara
telah diatur dalam hukum internasional, pada kenyataannya masih sering terjadi
sengketa antar negara. Persengketaan tersebut bisa jadi karena kesalahpahaman
tentang suatu hal, atau salah satu pihak secara sengaja melanggar hak negara
lain.Berbagai pelanggaran terhadap hukum dan perjanjian internasional dapat
menyebabkan timbulnya sengketa internasional. Berikut ini beberapa factor
penyebab sengketa:
a. Masalah
Batas Wilayah
Kasus ini dapat kita lihat misalnya
pada ketidakjelasan batas laut territorial antara Indonesia dengan Malaysia
tentang pulau Sipadan dan Ligitan di dekat Kalimantan. Sengketa tersebut
diserahkan ke Mahkamah Internasional, hingga akhirnya pada tahun 2003
dimenangkan oleh Malaysia. Demikain juga sengketa masalah perbatasn di Khasmir
yang hingga kini masih diperebutkan oleh India dan Pakistan. Sengketa kepulauan
Spratly yang terletah di laut Cina Selatan yang diperebutkan oleh Filipina,
Malaysia, Thailand dan Cina yang hingga kini belum selesai.
Sebaiknya Anda Tahu
Wilayah Nasional Negara Kesatuan
Republik Indonesia
1.Pada zaman Hindia Belanda dan jepang. Dasar : Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan
Maritim no 442/1939 (Territoriale Zee en Maritiem Kringen Ordonantie no. 44
2/1939). Ukuran 3 mil dari garis pantai pada saat pasang surut (low water). Luas
Wilayah + 2 juta km2.
2.Setelah Proklamasi s/d 13 Desember
1957. Berdasar Ketentuan Peralihan UUD 1945, Konstitusi RIS, UUDS 1950, tetap
berlaku Ordonansi no 442/1939.
3. Deklarasi
Pemerintah R.I. tanggal 13 Desember 1957 (Deklarasi Juanda)
Dasar :
Pengumuman Pemerintah RI tanggal 13 Desember 1957
PEPERPU no 4/1960 tentang Perairan Indonesia
Ukuran : 12 mil dari garis pangkal (point to point
theory)
Luas Wilayah : bertambah + 3,9 juta km2,
menjadi 5,9 juta km2
4. Deklarasi Pemerintah R.I. tanggal 17
Februari 1969 (Landas Kontingen)
Dasar : Deklarasi Pemerintah RI tanggal 17 Februari
1969
UU no 1/1973 tentang Landas Kontingen
Luas Wilayah : Bertambah + 0,8 juta km2,
menjadi + 6,7 juta km2
5.Pengumuman
Pemerintah R.I. tahun 1980 (Zona Ekonomi Eksklusif)
Dasar :
Pengumuman Pemerintah tentang Zone Ekonomi Eksklusif
UU no 5/1983
tentang Zone Ekonomi Ekslusif (Pembenahan Kekayaan Alam dan Potensi Alam)
Luas Wilayah
: Bertambah + 2,5 juta km2,
menjadi + 9,2 juta km2
Gambar peta Perairan Ambalat
wilayah ini tengah menjadi sengketa
antara Indonesia dan Malaysia.
b. Masalah
Campur Tangan Negara lain
Setelah runtuhnya Uni Soviet,
menjadikan Amerika Serikat muncul sebagai kekuatan dunia yang paling kuat dan
dominan.Selanjutnya Amerika Serikat sering bertindak sebagai polisi dunia. Pada
hal Amerika Serikat sering menggunakan standar ganda dalam kebijakannya.
Sebagai contoh dalam konflik Israel-Palestina, AS terlihat terlalu memihak
Israel. Demikian juga tindakan AS secara sepihak untuk menyerbu afganistan dan
Irak dengan alasan memberantas terorisme, mengenyahkan senjata pemusnah massal,
dan menegakkan demokrasi. Namun tindakan tersebut justru mengakibatkan rakyat
di kedua negara tersebut terjebak dalam perang yang berkepanjangan.
PBB sebenarnya memiliki kewenangan
untuk menyelesaikan sengketa internasional. Namun peran PBB dalam menyelesaikan berbagai konflik
internasional masih jauh dari memuaskan. Semua tahu PBB tidak independen, PBB
masih sangat tergantung kepada beberapa negara besar. Oleh karena itu tidak
mampu berbuat banyak bila anggota pemegang hak veto yang melakukan pelanggaran.
c. Masalah
Politik, ekonomi dan Sosial Budaya
1).
Hegemoni Amerika serikat di Timur Tengah dan pojok-pojok dunia yang lain
2). Masalah
kepemilikan reaktor nuklir di beberapa negara
3). Masalah
persaingan ekonomi, industri dan perdagangan antar negara
4). Masalah
lingkungan hidup
5). Masalah
terorisme internasional
6). Masalah
penyakit menular seperti AIDS, SARS, dan Flu Burung
7). Masalah
hak asasi manusia.
Gambar invasi Amerika Serikat ke Irak
serangan negara adi daya terhadap
negara berdaulat.
2.
Penyelesaian Sengketa Internasional
Cara-cara penyelesaian sengketan internasional banyak cara
yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketan internasional, yang jika
dikelompokkan ada dua kelompok besar, yaitu penyelesaian secara damai dan
penyelesaian dengan jalan kekerasan. Penyelesaian secara damai dapat ditempuh
secara politik (misalnya perundingan, perantara, jasa-jasa baik, lewat campur
tangan PBB), dan dapat ditempuh secara hukum, yaitu lewat Mahkamah Arbitarsi
atau lewat Mahkamah Internasional atau Pengadilan Internasional. Sedangkan
penyelesaian dengan jalan kekerasan misalnya ditempuh jalan perang.
3. Peranan Mahkamah Internasional dalam
Menyelesaikan Sengketa Internasional
Mahkamah Internasional merupakan salah
satu organ pokok PBB yang berkedudukan di Den Haag, Belanda. Selain bersidang
di tempat kedudukannya, Mahkamah dapat
bersidang ditempat lain manakala dipandang perlu. Masa persidangan Mahkamah
sepanjang tahun, kecuali waktu-waktu libur Mahkamah. Sidang lengkap pada prinsipnya dihadiri oleh
seluruh anggota, yaitu 15 orang, tetapi kuorum 9 anggota sudah cukup untuk
mengadili suatu perkara. Biasanya mahkamah bersidang dengan 11 anggota, tidak
termasuk hakim-hakim ad hoc. Yang dimaksud dengan hakim ad hoc di sini
adalah hakim-hakim sementara yang hanya ikut bersidang untuk suatu perkara
tersebut. Tugasnya berakhir bersama dengan berakhirnya perkara yang
ditanganinya.
Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah dipilih
untuk masa jabatan tiga tahun, dan dapat dipilih kembali. Mahkamah juga
mengangkat Panitera dan pengawai-pegawai lain yang dianggap perlu.
Sebaiknya
Anda tahu
Kasus
Sipadan dan Ligitan (Pernyataan Pers Menlu. Hassan Wirayuda)
Pada tanggal 17 Desember 2002
Mahkamah Internasional di Den Haag, telah mengeluarkan keputusan tentang kasus
sengketa kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara Indonesia dan
Malaysia. Mahkamah Internasional telah memutuskan bahwa Malaysia memiliki
kedaulatan atas Pulau sipadan dan Pulau ligitan berdasarkan pertimbangan
“effectivitee”, yaitu bahwa Pemerintah Inggris telah melakukan tindakan
administrative secara nyata sebagai wujud kedaulatannya berupa penerbitan
ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpul telur
penyu sejak 1930-an, dan operasi mercusuar sejak awal 1960-an. Sementara itu
kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia hampir 15 tahun terakhir tidak
menjadi faktor pertimbangan. Mahkamah menolak argumentasi Indonesia yang
bersandar pada Konvensi 1891 yang dinilai hanya mengatur perbatasan darat dari
kedua negara di Kalimantan. Garis parallel 4 derajat 10’ Lintang Utara
ditafsirkan hanya menjorok ke laut sejauh 3 mil dari titik pantai timur Pulau
Sebatik sesuai ketentuan hokum laut internasional pada waktu itu yang
menetapkan laut wilayah sejauh 3 mil. Mahkamah juga menolak argumentasi
Malaysia mengenai perolehan kepemilikan atas dua pulau tersebut berdasarkan
“chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu).
Hampir tidak dapat dielakkan adanya
rasa kecewa yang mendalam bahwa upaya maksimal yang dilakukan oleh empat
pemerintahan Indonesia sejak tahun 1997 ternyata tidak membuahkan hasil seperti
yang kita harapkan bersama. Namun kita berkewajiban untuk menghormati
Persetujuan Khusus untuk bersama-sama mengajukan sengketa antara Indonesia dan
Malaysia tentang kedaulatan atas Pulau sipadan dan Pulau Ligitan kepada
Mahkamah internasional, yang ditandatangani pada tanggal 31 Mei 1997. Oleh
karena itu Pemerintah Indonesia menerima keputusan Mahkamah Internasional
tersebut sebagai final dan mengikat. Pemerintah Indonesia percaya bahwa
keseluruhan proses peradilan penyelesaian sengketa melalui Mahkamah
Internasional ini telah berlangsung secara adil, transparan, bertanggungjawab
dan berwibawa.
Suatu masalah yang secara politis
sangat sensitif, karena menyangkut klaim kepemilikan dan hak berdaulat atas dua
pulau telah mampu diselesaikan secara damai atas pilihan bersama kedua pihak
itu sendiri dan bukan suatu pihak menggugat yang lain. Hendaknya kita tidak
mengecilkan arti dari proses penyelesaian damai ini. Dengan demikian, tidak
hanya kemungkinan suatu konflik bersenjata dan korban yang diakibatkannya telah
dapat dihindarkan, melainkan juga suatu investasi yang sangat berharga bagi
pengembangan kawasan yang damai dan berkemakmuran. Menyelesaikan sengketa
secara damai, sekali untuk selamanya, adalah warisan terbaik yang dapat kita
turunkan bagi generasi ini dan berikutnya.
Pada kesempatan ini atas nama
Pemerintah, saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua
anggota Satuan Tugas Pemerintah dan Tim Hukum Internasional atas sumbangan
pikiran dan ntenaganya dalam upaya Pemerintah melakukan yang terbaik untuk
menyelesaikan sengketa Pulau sipadan dan Pulau ligitan. Penghargaan dan terima
kasih juga disampaikan kepada seluruh media massa, elektronik dan cetak yang
telah mengkomunikasikan keseluruhan proses penanganan ini secara obyektif,
khususnya fakta-fakta yang benar, sehingga terdapat pemahaman yang baik atas
perkara ini, dan karena itu kami harapkan penerimaan yang baik atas keputusan
ini oleh seluruh rakyat Indonesia.
a. Wewenang
Mahkamah Internasional
Mahkamah internasional adalah organ hukum utama Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa atau perkara-perkara
internasional. Peranan mahkamah Internasional antara lain:
a.
Menyelesaikan sengketa hukum internasional.
b.
Memberikan saran dan pendapat kepada Dewan Keamanan dan
Majelis Umum PBB.
c.
Hanya menerima perkara yang diajukan oleh negara (bukan
individu) yang menjadi anggota PBB dan peserta Piagam Mahkamah Internasional
yang bersifat fakultatif.
d.
Bekerja sama dengan organisasi-organisasi internasional untuk
menyelesaikan persengketaan.
Wewenang Mahkamah diatur dalam Bab II
statuta Mahkamah Internasional, dengan ruang lingkup masalah-masalah mengenai
sengketa. Untuk mempelajari wewenang ini harus dibedakan antara wewenang untuk menentukan siapa-siapa yang dapat
mengajukan perkara ke Mahkamah Internasional (wewenang retione personae)
dan wewenang menentukan jenis sengketa apa yang dapat diajukan (wewenang
ratione materiae).
Wewenang Ratione Personae
Wewenang Mahkamah Internasional yang
menyatakan “hanya negara-negara yang boleh menjadi pihak dalam perkara-perkara
di muka Mahkamah Internasional.”
Ini berarti bahwa subjek hukum dalam
Mahkamah Internasional adalah negara. Pada dasarnya Mahkamah Internasional
hanya terbuka bagi negara-negara anggota dari Statuta, terutama semua negara
anggota PBB, yang secara otomatis menjadi pihak pada Statuta.
Sementara itu, menurut pasal 93 ayat 2
Piagam PBB, negara bukan anggota PBB dapat menjadi pihak pada Statuta Mahkamah
Internasional, dengan syarat-syarat yang akan ditentukan untuk tiap-tiap
permohonan oleh Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan.
Wewenang Ratione Materiae
Mengenai wewenang ini pasal 36 ayat 1
Statuta Mahkamah Internasional menyatakan bahwa “wewenang Mahkamah Intenasional
meliputi semua perkara yang diajukan pihak-pihak yang bersengketa kepadanya
dari semua pihak, terutama yang terdapat dalam Piagam PBB atau dalam perjanjian-perjanjian
dan konvensi-konvensi yang berlaku. Pasal ini tidak membedakan antara sengketa
hukum dengan sengketa politik yang dapat diajukan ke depan Mahkamah, akan
tetapi dalam praktinya Mahkamah selalu menolak memeriksa perkara-perkara yang
tidak bersifat hukum.
Wewenang Mahkamah pada prinsipnya
bersifat fakultatif, artinya bahwa bila terjadi suatu sengketa antara dua
negara, campur tangan Mahkamah Inter-nasional baru dapat terjadi jika
negara-negara yang bersengketa dengan persetujuan bersama membawa perkara
mereka ke Mahkamah Internasional. Tanpa adanya persetujuan antara pihak-pihak
yang bersengketa, maka Mahkamah Internasional tidak berwenang untuk memeriksa
perkara tersebut.
Kompromi
Terkait dengan wewenang fakultatif,
sengketa diajukan ke Mahkamah melalui suatu kompromi, artinya kesepakatan
negara-negara yang bersengketa dituangkan dalam suatu kompromi. Kompromi yang
dimaksudkan di sini adalah kompromi yang hanya berisikan persetujuan
pihak-pihak yang bersengketa untuk mengajukan perkara mereka ke Mahkamah
Internasional, dan penentuan hal yang dipersengketakan dan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke Mahkamah Internasional. Sebagai contoh
kompromi ini adalah persetujuan khusus (special agreement) antara
Indonesia dengan Malaysia dalam sengketa
Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang merupakan kompromi antara Indonesia dan
Malaysia untuk mengajukan sengketan ke Mahkamah yang telah disampaikan ke
Panitera Mahkamah pada tanggal 2 November 1998.
Wewenang Wajib
Wewenang wajib dari Mahkamah ini hanya dapat
terjadi jika negara-negara sebelumnya dalam suatu persetujuan menerima wewenang
tersebut. Wewenang wajib berdasarkan ketentuan Konvensi Wewenang wajib ini
dapat diterima dalam bentuk klausula khusus yang terdapat dalam suatu
perjanjian yang terdapat dalam perjanjian itu sendiri. Klausula ini bertujuan
menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul dimasa yang akan datang mengenai
pelaksanaan dan interpretasi perjanjian tersebut di muka Mahkamah
Internasional. Sebagai contoh dari klausula khusus ini adalah apa yang tertuang
di dalam Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik pada Protokol Opsional
mengenai Penyelesaian Memaksa atas Perselisihan, pasal 1 yang berbunyi:
Perselisihan
yang timbul dari penafsiran atau penetapan Konvensi akan diletakkan di dalam yurisdiksi memaksa dari
Mahkamah Internasional dan sesuai dengan ini dapat dibawa ke depan Mahkamah
dengan suatu permohonan yang dibuat oleh setiap pihak pada perselisihan itu
yang merupakan pihak pada Protokol ini.
Statuta Mahkamah Internasional pasal 36
ayat 2 mengatur tentang penerimaan negara-negara yang menjadi pihak dalam
Statuta ini atas wewenang wajib Mahkamah Internasional. Adapun bunyi lengkap
pasal 36 ayat 2 ini sebagai berikut:
Negara-negara
pihak Statuta, dapat setiap saat menyatakan untuk menerima wewenang wajib
Mahkamah Internasional dan tanpa persetujuan khusus dalam hubungannya dengan
negara lain yang menerima kewajiban yang sama, dalam semua sengketa hukum
mengenai:
(1) Penafsiran suatu perjanjian
(2) Setiap persoalan hukum internasional
(3) Adanya suatu fakta yang bila tersebut akan
merupakan pelanggaran terhadap kewajiban internasional.
(4) Jenis atau besarnya ganti rugi yang harus
dilaksanakan karena pelanggaran dari suatu kewajiban internasional.
Klausula inilah yang dinamakan klausula
optimal. Pernyataan negara yang berisikan penerimaan klausula ini dapat
dibuat tanpa syarat atau dengan syarat persetujuan timbal balik oleh
negara-negara lain atau untuk kurun waktu
tertentu. Sekretariat Jenderal PBB dan salinannya disampaikan kepada
negara-negara pihak dalam Statuta dan kepada Panitera Mahkamah Internasional.
Klausula ini hanya akan berlaku bagi negara-negara yang telah menerima hal yang
sama.
Dalam penerimaan klausula optional ini,
suatu negara yang menjadi pihak dalam Statuta dapat mengajukan persyaratan,
misalnya persyaratan dengan pembatasan waktu, persyaratan, misalnya persyaratan
dengan pembatasan waktu, persyaratan
tidak dapat diajukannya sengketa ke depan Mahkamah mengenai sengketa-sengketa
yang berada di bawah wewenang nasional.
b. Advisory Opinion
Di samping wewenang seperti yang telah
disebutkan di muka, menurut ketentuan pasal 65 Statuta, Mahkamah Internasional
berwenang memberi pertimbangan (advisory opinion) atas semua persoalan
hukum atas permintaan badan-badan internasional sesuai dengan Piagam PBB.
Gambar
Suasana sidang di Mahkamah Internasional Den Haag
di
sini kasus Pulau Sipadan dan Ligitan
pernah
disidangkan.
4. Keputusan
Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional
Sebaiknya
Anda Tahu
Keputusan
Mahkamah Internasional
Keputusan Mahkamah Internasional
merupakan keputusan organ hukum tertinggi di dunia, penolakan terhadap
keputusan lembaga tersebut oleh suatu negara akan merusak citranya dalam
pergaulan antar bangsa, apalagi sebelumnya negara tersebut telah menerima
wewenang wajib mahkamah. Keputusan Hakim Mahkamah Internasional sesuai dengan
pasal 38 ayat 1, Piagam PBB harus berpedoman pada:
a. Perjanjian-perjanjian Internasional.
b. Kebiasaan-kebiasaan Internasional.
c.
Asas-asas
hukum umum yang diakui negara-negara beradab.
d. Yurisprudensi.
e.
Doktrin
hukum internasional.
Dalam menyelesaikan sengketa
internasional, keputusan Mahkamah diambil dengan suara mayoritas dari
hakim-hakim yang hadir. Jika suara sama, maka suara Ketua atau Wakil Ketua yang
menentukan. Keputusan Mahkamah Internasional dalam setiap penyelesaian sengketa
internasional terdiri atas tiga bagian.
Bagian
pertama berisikan:
a. Komposisi Mahkamah
b. Informasi mengenai pihak-pihak yang
bersengketa serta wakil-wakilnya.
c. Analisa mengenai fakta-fakta
d. Argumentasi hukum pihak-pihak yang
bersengketa.
Bagian kedua:
Bagian ini
berisikan penjelasan mengenai motivasi Mahkamah Internasional.
Pemberian motivasi keputusan mahkamah
internasional merupakan suatu keharusan karena penyelesaian yuridisional ini
sering merupakan salah satu unsur dari penyelesaian yang lebih luas dari
sengketa dan karena itu perlu dijaga
sensibilitas pihak-pihak yang bersengketa.
Bagian ketiga
berisi dispositif.
Dispositif
ini berikan keputusan Mahkamah Internasional yang mengikat negara-negara yang
bersengketa. Di sini disebutkan jumlah suara yang diperoleh melalui keputusan
tersebut.
5. Prinsip
Hidup Bedampingan Secara Damai Berdasarkan Persamaan Derajat
Sebaiknya
Anda Tahu
Prinsip
Hidup Berdampingan
Dalam
mengupayakan prinsip hidup berdampingan secara damai ada tiga hal utama yang
harus diperhatikan setiap bangsa di dunia:
a. Sikap saling menghormati kadaulatan.
b. Tidak saling mencampuri urusan dalam negeri masing-masing.
c.
Mengembangkankerjasama
yang saling menguntungkan.
Indonesia cinta damai, tetapi lebih
cinta kemerdekaan. Ungkapan di atas sangat populer di Indonesia pada masa
Pemerintahan Bung Karno.
Prinsip di atas menandakan bahwa dalam
pergaulan internasional, Indonesia akan menerapkan prinsip hidup berdampingan
secara damai dengan negara-negara lain, namun jika kemerdekaan bangsa tercantum
maka kemerdekaan itu akan dipertahankan
hingga titik darah penghabisan.
Prinsip hidup berdampingan secara damai
ini bermakna juga bahwa jika terjadi sengketa antara negara-negara, hendaknya
penyelesaiannya dilakukan secara damai.
Prinsip Penyelesaian sengketa
internasional secara damai ini didasarkan pada prinsip-prinsip hukum
internasional yang berlaku secara umum.
Prinsip ini diatur di dalam dua buah
deklarasi, yaitu Deklarasi mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama
antarnegara tanggal 24 Oktober 1970 dan Deklarasi Manila tanggal 15 Oktober
1982 mengenai penyelesaian sengketa internasional secara damai. Prinsip-prinsip
yang diatur di dalam deklarasi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Prinsip bahwa negara tidak akan menggunakan
kekerasan yang bersifat mengancam
integritas teritorial atau kebebasan politik suatu negara, atau menggunakan
cara-cara lainnya yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan PBB.
b. Prinsip nonintervensi dalam urusan dalam
negeri dan luar negeri suatu negara.
c. Prinsip persamaan hak dan menentukan nasib
sendiri bagi setiap bangsa.
d. Prinsip persamaan kedaulatan negara.
e. Prinsip hukum internasional mengenai
kemerdekaan, kedaulatan dan integritas teritorial suatu negara
f. Prinsip itikad baik dalam hubungan
internasional.
g. Prinsip keadilan dan hukum internasional.
Gambar
gedung PBB di New York
dalam
Piagam PBB dicantumkan
semua
anggota PBB hidup berdampingan.
6. Prosedur
Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Mahkamah Internasional
Mengenai prosedur atau tata cara
kegiatan Mahkamah Internasional secara khusus diatur di dalam Statuta, yaitu
pada bab III. Sementara itu, untuk melengkapi ketentuan yang diatur di dalam
bab III, pasal 30 Statuta Mahkamah Internasional memberi wewenang kepada
Mahkamah Internasional untuk membuat aturan-aturan tentang tata tertib.
Aturan-aturan yang dibuat oleh Mahkamah ini mengikat pihak-pihak yang
bersengketa yang diajukan kepada Mahkamah, secara garis besar adalah sebagai
berikut:
a. Prosedur tertulis dan perdebatan secara
lisan diatur sedemikian rupa sehingga masing-masing pihak mendapatkan jaminan
secara penuh untuk mengemukakan pendapat.
b. Sidang Mahkamah Internasional terbuka untuk
umum, sementara untuk rapat-rapat hakim Mahkamah diadakan dalam sidang
tertutup.
c. Untuk memeriksa kasus-kasus tertentu
Mahkamah dapat membentuk satu atau beberapa kamar yang terdiri dari tiga hakim
atau lebih.
d. Keputusan Mahkamah diambil dengan suara mayoritas
dari hakim-hakim yang hadir.
Sebaiknya Anda
Tahu
Penyelesaian
Sengketa Lewat Mahkamah Internasional
Prosedur penyelesaian sengketa Internasional melalui
Mahkamah Internasional:
- Hanya menerima sengketa bersifat fakultatif artinya bila sengketa antara dua negara tersebut mengajukan perkaranya bersama ke Mahkamah Internasional.
- Yang dapat mengajukan perkaranya ke Mahkamah Internasional adalah negara anggota PBB dan bukan anggota PBB tetapi termasuk peserta Piagam Mahkamah internasional.
- Sengketa yang bersifat individual bisa mengajukan sengketanya ke Mahkamah Internasional melalui mekanisme perlindungan diplomatik.
- Mahkamah Internasional hanya mengadili masalah-masalah yang berkenaan dengan perselisihan kepentingan dan perselisihan hukum.
0 komentar:
Posting Komentar